MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI YANG
POSITIF
PENDAHULUAN
Dalam proses perkembangan manusia di
bidang pendidikan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan terkait dengan
proses pembelajaran. Pertama mengenai model pembelajaran yang akan berpengaruh
terhadap bagaimana siswa dapat merespon lingkungan pembelajaran yang
berbeda-beda sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan akademiknya. Kedua, berhubungan
dengan skill atau ketrampilan yang dikembangkan siswa,
ketrampilan tersebut khususnya dalam dalam menguasai strategi-strategi belajar.
Ketiga, terkait dengan iklim sosial yakni bagaimana siswa menilai diri mereka
sendiri, bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain, dan bagaimana cara
mereka belajar. Jadi, dalam aktifitas pembelajaran tidak hanya konten akademik
namun juga terdapat konten sosial.
Dalam
model pengajaran aktif kita dapat melihat cara-cara yang digunakan oleh siswa
dan orang dewasa dalam berinteraksi dengan dunia mulai dari merangsang
pertumbuhan secara aktif pada interaksi yang lebih pasif hingga upaya yang
dapat mendorong pengalaman. Dalam beberapa hal, siswa menjadi seperti apa yang
kita bentuk, dan sebagian dari pengaruh kita pada mereka bergantung pada
kondisi pertumbuhan kita, konsep diri kita sendiri dan bagaimana kita
mengkomunikasikan konsep-konsep tersebut terhadap siswa kita. Dalam
makalah ini akan dibahas tentang bagaimana cara mengembangkan konsep diri yang
positif.
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Tentang Kondisi Pertumbuhan
Sebuah penelitian dilakukan terhadap
guru dalam lingkungan sekolah melalui pemberian quesioner, dan mendapat hasil
bahwa selain adanya partisipasi dalam sistem dukungan formal, interaksi dengan
teman juga dicermati dan diuji. Hal ini disebabkan beberapa hal yang merupakan
aspek kehidupan personal yang mungkin saja memiliki implikasi terhadap
pertumbuhan profesional. Sehingga menimbulkan pembentukan ranah-ranah
diantaranya ranah formal, ranah generasi sebaya, dan ranah pribadi.
1. Ranah
Formal (formal)
Dalam ranah formal terkait dengan
adanya partisipasi sistem dukungan formal misalnya kursus, seminar,
administrasi dan supervisi. Kesempatan berpartisipasi bergeser dari mereka yang
memiliki pengalaman hanya dalam kegiatan yang didanai dan dibutuhkan oleh wilayah
(satu atau dua seminar atau presentasi dan salah satunya dikunjunginoleh
supervisor atau konsultan) serta mereka yang sadar bahwa hanya ada sedikit
pilihan, kepada mereka yang sangat aktif, memiliki rancangan pasti untuk
perkembangan profesionalitas. Dalam mengembangkan ketrampilan dibidang formal,
siswa hendaknya lebih aktif dalam merencanakan tindakan untuk menunjang proses
belajar, misalnya denga mengikuti seminar, kursus dan lain-lain yang akan
memberikan peluang lebih besar untuk berprestasi bahkan untuk masuk ke
perguruan tinggi.
2. Ranah
Generasi sebaya (Peer-Generated)
Diskusi yang terjalin antara siswa
dengan guru belum tentu selalu baik, oleh karena itu diperlukan teman sebaya
untuk saling bertukar informasi. Dengan bergaul dengan orang lain/teman sebaya
diharapkan dapat memunculkan inspirasi-inspirasi mengenai suatu inovasi atau inisiatif dalam
mengembangkan dirinya dan sekolah.
3. Ranah Pribadi (Personal)
Terkadang beberapa guru hanya aktif dalam satu aspek saja
dan mengabaikan aspek yang lain. Oleh karena itu siswa dituntut untuk
mengembangkan aspek yang kurang tersentuh dengan mengenali dan menggali sendiri
kemampuan yang dimilikinya.
Kondisi-kondisi Tentang Pertumbuhan
Aktifitas-aktifitas yang dilakukan
siswa sejalan dengan ranah-ranah tersebut, dalam artian semakin aktif siswa
maka ia akan semakin berkembang. Dan perbedaan aktifitas yang di lakukan
individu dipengaruhi oleh orientasi dalam lingkungan dan pengaruh sosial. Dalam
proses orientasi di lingkungan, orang yang sangat aktif akan memandang
lingkungannya sebagai seperangkat kemungkinan adanya interaksi yang memuaskan. Orang
yang sama sekali tidak aktif akan menghabiskan banyak energy untuk melindungi
dirinya sendiri dari apa yang mereka sebut lingkungan yang menakutkan dan tidak
menyenangkan, menghindari kontak dan menangkis inisiatif dari orang lain.
Sehingga, orang yang paling aktif dan inisiatif adalah mereka yang juga proaktif.
Selain orientasi dalam lingkungan,
faktor pengaruh sosial juga menjadi penunjang perkembangan individu. Individu
yang hidup di lingkungan yang didalamnya terdapat iklim sosial yang baik
sehingga menuntut individu tersebut terlibat aktif dalam berbagai aktifitas
akan lebih berkembang dibandingkan dengan individu yang melakukan segala
sesuatu secara mandiri (tidak ada dukungan dari lingkungan).
B.
Tingkatan-tingkatan
Aktivitas
Dalam tingkatan aktifitas akan
dibahas mengenai prototip-prototip yang menjelaskan tentang perilaku,
merencanakan program-program pengembangan staf, dan mengatur agar guru mengeksploitasinya
secara besar-besaran.
1. A Gourmet
Omnivore (Orang mempunyai keinginan yang sangat besar atas
sesuatu
Prototip yang pertama adalah orang
dewasa, mereka yang telah menelusuri lingkungan-lingkungan pembelajaran dan
berhasil mengeksploitasinya. Dalam ranah formal, mereka menyadari
kemungkinan-kemungkinan untuk tumbuh, mengenali kejadian-kejadian yang
menyimpan banyak kemungkinan, dan bekerja keras untuk menekan potensi
pertumbuhan.
Prototip yang kedua yakni omnivers,
memiliki keluarga yang interaksinya sangat professional. Mereka belajar dari
interaksi informal dengan kawan sebayanya. Dalam kehidupan pribadi, para omnivoremempunyai
ciri memiliki tingkat kesadaran tinggi, yang membedakan dengan omnivore lain
yakni antusiasme mereka untuk terlibat dalam satu bidang tertentu. Misalnya omnivore pertama
merupakan orang yang suka membaca,omnivore kedua orang yang suka
mononton, dll. Hal yang paling mencolok adalah kebiasaan mereka, baik dalam
memanfaatkan maupun dalam memperkaya diri mereka sendiri yang masing-masing
berbeda tiap-tiapomnivore. Dalam kelompok mereka saling memberi dan
menerima dari kawan sebaya, namun dalam kehidupan pribadi mereka mencari
kesempatan untuk tumbuh berkembang. Yang membedakan lagi adalah ketekunan,
terutama dalam melatih kegemaran mereka yang dapat ditransfer kepada orang lain
dalam tempat kerja. Hal ini termasuk skill, gagasan yang diperoleh
dari kehidupan sehari-hari yang dapat diterapkan dalam pola pembelajaran di
tempa kerja.
2. A passive
consumer (seorang pemakai yang pasif)
Dari hasil penelitian terdapat 10% pemakai aktif dan 70% pemakai pasif. Karakter
yang membedakan pemakai pasif
adalah keramahan mereka yang kurang terhadap lingkungan dan adanya
ketergantungan yang tinggi terhadap konteks sosial terdekat. Tingkat aktivitas
mereka sangat dipengaruhi oleh siapa yang hidup bersama mereka.
3. A reticent
consumer (seorang pemakai yang segan)
Dari consumer pasif
ada 10% dari mereka yang mengembangkan potensi yang dapat menunda-nunda
kesempatan untuk tumbuh berkembang yang disebut consumer yang
segan, mereka memiliki tujuan namun enggan untuk bernteraksi secara positif
dengan budaya di lingkungan mereka baik dalam seting profesi maupun domestik. Consumer ini
memiliki ciri diantaranya hanya mau berhubungan dengan staf yang tengah
dibutuhkan dan seringkali marah saat berinteraksi dengan mereka. Consumer yang
segan tidak terpengaruh oleh konteks sosial yang instan, merek kurang menyukai omnivore seperti
mereka yang kurang menyukai administrasi. Mereka bahkan menolak untuk
dilibatkan dalam pembuatan keputusan dan tidak berani menetapkan pilihan,
mereka juga cenderung bersikap mencela orang lain, institusi, dan layanan yang
diberikan. Pada kondisi yang normal mereka belajar memanfaatkan kesempatan yang
ada dalam hidupnya.
C. Struktur
Konseptual, Konsep Diri, dan Pertumbuhan
Terdapat dua teori perkembangan yang
dapat menghubungkan kondisi perkembangan yakni teori system konseptual (Harvey,
Hunt, McKibbin, dan Bush,1983) dan teori konsep diri (Maslow,1962).
1. Perkembangan
Konseptual
Teori sistem konseptual mendeskripsikan
manusia pada struktur konsep yang
digunakan dalam mengolah informasi mengenai dunia secara luas. Dalam tingkatan
perkembangan yang paling rendah, manusia cenderung memiliki pandangan yang
dikotomis mengenai hal-hal yang bersifat tabu dan cenderung emosional dalam
menyampaikan pandangannya. Mereka cenderung menolak informasi yang tidak sesuai
dengan konsep mereka bahkan mengubahnya agar bisa cocok dengan konsep milik
mereka sendiri.
Pada tingkatan perkembangan yang
tinggi, orang mengembangkan kemampuan yang lebih hebat dalam memadukan
informasi baru, tidak berpikiran miopi dan bisa bertoleransi dengan pandangan
lain yang berbeda yang lebih baik. selain itu, struktur konseptual mereka
dipermak sedemikian rupa dengan melakukan regenerasi, konsep yang telah lama
dianggap asing sedangkan konsep yang baru dikembangkan.
Terdapat hubungan yang substansial
antara perkembangan konseptual dan keadaan perkembangan. Omnivore lebih
produktif dalam mencari cara untuk mengolah infromasi dan menghasilkan struktur
konseptual yang kompleks, mereka lebih terbuka dengan pengalaman-pengalaman
baru karena membutuhkan kecanggihan konseptual untuk berhadapan dengan
gagasan-gagasan baru. Consumer pasif memiliki struktur yang
lebih terbatas dan kemampuan yang kurang memadai dalam memahami cara-cara untuk
memperoleh pengalaman baru. Dan consumer yang enggan, lebih
mempertahankan konsep-konsep yang ada dan melakukan aktifitas yang dapat
menyakitkan hati dengan menghadirkan hal-hal yang asing.
Perkembangan konseptual berkaitan
erat dengan keberagaman dan fleksibilitas gaya pengajaran serta kemudahan dalam
mempelajari pendekatan-pendekatan baru dan kemampuan memahami siswa.
2. Konsep Diri
Salah satu penentu dalam
keberhasilan perkembangan adalah konsep diri. Teori tentang konsep diri (self-concept) dan
pandangan mengenai diri (views of sel) dikemukakan oleh Abraham
Maslow (1962) dan Carl Rogers (1961), mereka berpandangan bahwa kompetensi
berhubungan dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh sikap dan penilaian kita
terhadap diri kita sendiri. Konsep diri yang kuat disertai dengan aktualisasi
diri dan kepercayaan diri sehingga interaksi yang terjadi akan produktif dan
memberikan sumbangan yang berarti terhadap proses perkembangan oranglain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri diantaranya perkembangan, significant
other, self perception, body image.
Konsep diri mempunyai pengaruh terhadap perkembangan seseorang,
orang yang memiliki perkembangan dalam level yang rendah (less-developed
person) memiliki sedikit kemampuan dalam menghadapi lingkungan
dan cenderung menerima apa adanya. Mereka kurang mempunyai inisiatif dan lebih
memilih beraktifitas dalam lingkungan yang sudah ada daripada mengembangkan
dirinya. Sedangkan orang yang berada dalam level pertumbuhan terendah (the
least-developed person) memiliki kesulitan dalam berhubungan dengan orang
disekeliling mereka, mereka kurang yakin dengan kemampuan yang mereka miliki
untuk menghadapi masalah-masalah yang terjadi. Upaya mereka hanya bertahan
dalam dunia yang menurut mereka kurang besahabat.
Ada dua karakteristik konsep diri yakni konsep diri positif dan
konsep diri negatif. Ciri konsep diri positif diantaranya : yakin akan
kemampuan dalam mengatasi masalah, mampu menerima kekurangan diri, menghargai
orang lain, mampu menghargai diri dan orang lain, memahami adanya perbedaan,
bersikap positif terhadap penolakan orang lain, bersikap positif dalam menerima
kritikan orang lain dan memperbaiki aspek-aspek yang kurang sesuai di
masyarakat. Sedangkan ciri konsep diri negatif diantaranya peka terhadap
kritik, responsif terhadap pujian, cenderung bersikap hiperkritis, cenderung
merasa tidak disenangi orang lain, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.
Keterkaitan antara pertumbuhan seseorang dengan konsep diri
yang mereka miliki, yakni omnivore lebih menerapkan konsep
aktualisasi diri, mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri dan orang
yang ada di sekitarnya. Passive Consumer merasa memiliki
kompetensi namun masih bergantung pada lingkungan untuk memperoleh kesempatan
menjadi lebih produktif dan tumbuh berkembang. Reticent Consumer merasa
bahwa hidup mereka menakutkan dan rawan masalah, mereka cenderung melindungi
diri mereka sendiri dengan menyalahkan lingkungan.
Mengembangkan konsep diri bisa
dilakukan dalam berbagai cara misalnya belajar menyukai diri sendiri,
mengembangkan pemikiran positif terhadap diri sendiri dan orang lain,
memperbaiki kualitas hubungan interpersonal, bersikap proaktif, menjaga
keseimbangan hidup dan mengubah cara berkomunikasi.
3. Memahami
Pertumbuhan dan Potensi Pertumbuhan
Teori mengenai pertumbuhan konseptual
dan konsep diri dapat membantu kita memahami diri kita sendiri, khususnya dalam
merencanakan dan melaksanakan program yang berorientasi pada perkembangan.
Dalam penelitian David Hopkins (1990) terdapat pengaruh antara pertumbuhan dan
konsep diri guru serta iklim dalam organisasi sekolah tempat mereka bekerja.
Kondisi pertumbuhan merupakan predictor bagaimana guru menerapkan kurikulum
pada bidang mata pelajaran.
Pada intinya pemakai pasif dan pemakai enggan tidak bisa
mencapai titik penerapan dalam semua iklim organisasi, iklim tersebut hanya
bisa dimanfaatkan oleh pemakai
aktif dan omnivor. Namunn,
bukan hanya guru dalam level pertumbuhan rendahlah yang tidak bisa mengambil
manfaat dari latihan yang mereka terima, siswa-siswa mereka juga kehilangan
kesempatan untuk mempelajari apa yang disajikan oleh kurikulum yang baru.
D. Mengembangkan Kondisi Pertumbuhan
yang Lebih Kaya
Hal yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan individu adalah terkait dengan apa yang kita peragakan. Jika kita memperagakan
keaktifan maka siswa juga bersikap aktif, sebaliknya jika kita memperagakan
sikap yang pasif maka siswa juga akan pasif. Oleh karena itu hal yang penting
disini adalah kita harus memperkaya diri dengan mengembangkan berbagai model
pembelajaran, dengan begitu akan menciptakan sebuah iklim sosial yang kaya dan
aktif sehingga mampu mengembangkan ketrampilan belajar siswa. Ketrampilan
belajar tidak hanya secara formal namun juga secara sosial dan emosional.
Dengan demikian akan membantu siswa untuk mencapai perkembangan optimal dalam
tahap belajarnya, siswa akan lebih aktif dan produktif.
Daftar Pustaka
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2004). Models
of teaching. Boston: Allyn Bacon/Pearson.